Latar
Belakang
Rational Emotive Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai dikembangan di
Amerika pada tahun 1960-an oleh Alberl Ellis, seorang Doktor dan Ahli dalam
Psikologi Terapeutik yang juga seorang eksistensialis dan juga seorang Neo
Freudian. Teori ini dikembangkanya ketika ia dalam praktek terapi mendapatkan
bahwa sistem psikoanalisis ini mempunyai kelemahan-kelemahan secara teoritis
(Ellis, 1974).
Teori Rasional Emotif ini merupakan sintesis baru dari Behavior Therapy yang
klasik (termasuk Skinnerian Reinforcement dan Wolpein Systematic
Desensitization). Oleh karena itu Ellis menyebut terapi ini sebagai Cognitive
Behavior Therapy atau Comprehensive Therapy.
Konsep ini merupakan sebuah aliran baru dari Psikoterapi Humanistik yang
berakar pada filsafat eksistensialisme yang dipelopori oleh Kierkegaard,
Nietzsche, Buber, Heidegger, Jaspers dan Marleu Ponty, yang kemudian
dilanjutkan dalam bentuk eksistensialisme terapan dalam Psikologi dan
Psikoterapi, yang lebih dikenal sebagai Psikologi Humanistik.
Pengertian
Rational Emotive Therapy (RET)
Istilah Rational Emotive Therapy sukar diganti dengan istilah bahasa
Indonesia yang mengena; paling-paling dengan dideskripsikan dengan mengatakan:
corak konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dan
akal sehat(rational thinking), berperasaan(emoting), dan
berperilaku(acting), serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan
yang mendalam dalam cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti
dalam cara berperasaan dan berperilaku. Maka, orang yang mengalami gangguan
dalam alam perasaannya, harus dibantu untuk meninjau kembali caranya berpikir
dan memanfaatkan akal sehat.
Pelopor dan sekaligus promotor utama dari corak konseling Rational Emotive
Therapy ini adalah Albert Ellis pada tahun 1962. Sebagaimana diketahui
aliran ini dilatarbelakangi oleh filsafat eksistensialisme yang berusaha memahami
manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan
sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk yang
berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti;
manusia bebas, berpikir, beernafsu, dan berkehendak.
Rational Emotive Therapy yang menolak pandangan aliran psikoanalisis
yang berpandangan bahwa peristiwa dan pengalaman individu menyebabkan
terjadinyagangguan emosional. Menurut Ellis bukanlah pengalaman atau peristiwa
eksternalyang menimbulkan emosional, akan tetapi tergantung kepada pengertian
yang diberikan terhadap peristiwa atau pengalaman itu. Gangguan emosi terjadi
disebabkan pikiran-pikiran seorang yang bersifat irrasional terhadap peristiwa
dan pengalaman yang dilaluinya.
Rational Emotive Therapy berpangkal pada beberapa keyakinan tentang
martabat manusia dan tentang proses manusia dapat mengubah diri, yang sebagian
bersifat filsafat dan sebagian bersifat psikologis, yaitu :
a)
Manusia adalah makhluk yang manusiawi, artinya dia bukan superman dan juga
bukan makhluk yang kurang dari seorang manusia.
b)
Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh bekal keturunan atau pembawaan, tetapi
sekaligus juga tergantung dari pilihan-pilihan yang dibuat sendiri.
c)
Hidup secara rasional berarti berpikir, berperasaan, dan berperilaku sedemikian
rupa, sehingga kebahagiaan hidup dapat dicapai secara efisien dan efektif.
d)
Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk hidup secara rasional dan
sekaligus untuk hidup secara tidak rasional.
e)
Orang kerap berpegang pada setumpuk keyakinanyang sebenarnya kurang masuk akal
atau irrasional, yang ditanamkan sejak kecil dalam lingkungan kebudayaan atau
diciptakan sendiri.
f)
Pikiran-pikiran manusia biasanya menggunakan berbagai lambang verbal dan
dituangkan dalam bentuk bahasa.
g)
Bilamana seseorang merasa tidak bahagia dan mengalami berbagai gejolak perasaan
yang tidak menyenangkan serta membunuh semangat hidup, rasa-rasa itu bukan
berpangkal pada rentetan kejadian dan pengalaman kemalangan yang telah
berlangsung, melainkan pada tanggapannya yang tidak rasional terhadap kejadian
dan pengalaman itu.
h)
Untuk membantu orang mencapai taraf kebahagian hidupyang lebih baik dengan
hidup secara rasional.
i)
Mengubah diri dalam berpikir irrasional bukan perkara yang mudah, karena orang
memiliki kecenderungan untuk mempertahankan keyakinan-keyakinan yang sebenarnya
tidak masuk akal, ditambah dengan perasaan cemas tentang ketidakmampuannya
mengubah tingkah lakunya dan akan kehilangan berbagai keuntungan yang diperoleh
dari perilakunya.
j)
Konselor RET harus berusaha membantu orang menaruh perhatian wajar pada
kebahagiaan batinnya sendiri tanpa menuntut secara mutlak dukungan dari orang
lain.
k)
Konselor harus membantu konseli mengubah pikirannya yang irrasional dengan
mendiskusikannya secara terbuka dan terus terang.
l)
Diskusi itu akan menghasilkan efek-efek yaitu pikiran-pikiran yang lebih
rasional , perasaan yang lebih wajar, dan berperilaku yang lebih tepat dan
lebih sesuai.
Konsep-Konsep
Dasar Rational Emotive Therapy
Rational Emotive Therapy adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi
bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur
maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki
kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan
mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan
mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki
kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran,
berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan,
takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari
pertumbuhan dan aktualisasi diri. Memiliki dorongan dari dalam dirinya untuk
merusak diri sendiri, menghindar dari memikirkan sesuatu , menunda-nunda,
berulang-ulang melakukan kesalahan, dan lain-lain.
RET menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang tak terhingga bagi
aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan
pribadi dan masyarakat. Manusia dilahirkan dengan kecenderungan untuk
mendesakkan pemenuhan keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat,
dan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Jika tidak segera mencapai apa yang
diinginkannya, manusia mempersalahkan dirinya sendiri ataupun orang lain.
RET menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimulan.
Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan- perasaan biasanya
dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik.
Menurut Allbert Ellis, manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan
secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat individu sebagai
makhluk unik dan memiliki kekuatan untuk memahami keterbatasan-keterbatasan,
untuk mengubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar yang telah
diintroyeksikannya secara tidak kritis pada masa kanak-kanak, dan untuk
mengatasi kecenderungan-kecenderungan menolak diri sendiri. Sebagai akibatnya,
mereka akan bertingkah laku berbeda dengan cara mereka bertingkah laku di masa
lampau. Jadi, karena bisa berpikir dan bertindak sampai menjadikan dirinya
berubah, mereka bukan korban-korban pengkondisian masa lampau yang pasif.
Unsur pokok RET adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua proses yang
terpisah Menurut Ellis, Pikiran dan emosi merupakan dua hal yang saling
bertumpang tindih, dan dalam prakteknya kedua hal itu saling terkait. Emosi
disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan
dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang intristik.
Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan merasakan sesuatu
dalam situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan kata
lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi mempengarulu pikiran.
Pikiran seseorang dapat menjadi emosinya, dan emosi dalam keadaan tertentu
dapat berubah menjadi pikiran.
Pandangan yang penting dari teori rasional-emotif adalah konsep hahwa banyak
perilaku emosional individu yang berpangkal pada “self-talk:” atau “omong diri”
atau internatisasi kalimat-kalimat yaitu orang yang menyatakan kepada dirinya
sendiri tentang pikiran dan emosi yang bersifat negatif. Adanya orang-orang
yang seperti itu, menurut Eilis adalah karena: (1) terlalu bodoh untuk berpikir
secara jelas, (2) orangnya cerdas tetapi tidak tahu bagaimana berpikir secara
cerdas tetapi tidak tahu bagaimana herpikir secara jelas dalam hubungannya
dengan keadaan emosi, (3) orangnya cerdas dan cukup berpengetahuan tetapi
terlalu neurotik untuk menggunakan kecerdasan dan pengetahuan seeara memadai.
Rational
Emotive Therapy dan Teori Kepribadian
Neurosis adalah pemikiran dan tingkah laku irasional. Gangguan-gangguan
emosional berakar pada masa kanak-kanak, tetapi dikekalkan melalui
reindoktrinasi sekarang. Sistem keyakinan adalah penyebab masalah-masalah
emosional. Oleh karenanya, klien ditantang untuk menguji kesahihan
keyakinan-keyakinan tertentu. Metode ilmiah diterapkan pada kehidupan sehari-hari.
Emosi-emosi adalah produk pemikiran manusia. Jika kita berpikir buruk tentang
sesuatu, maka kita pun akan merasakan sesuatu itu sebagai hal yang buruk. Ellis
menyatakan bahwa "gangguan emosi pada dasarnya terdiri atas
kalimat-kalimat atau arti-arti yang keliru, tidak logis dan tidak bisa
disahihkan, yang diyakini secara dogmatis dan tanpa kritik terhadapnya, orang
yang terganggu beremosi atau bertindak sampai ia sendiri kalah".
Rational Emotive Therapy(RET) berhipotesis bahwa karena kita tumbuh dalam
masyarakat, kita cenderung menjadi korban dari gagasan-gagasan yang keliru,
cenderung mendoktrinasi diri dari gagasan-gagasan tersebut berulang-ulang
dengan cara yang tidak dipikirkan dan autsugestif, dan kita tetap mempertahankan
gagasan-gagasan yang keliru dalam tingkah laku overt kita. Beberapa gagasan
irasional yang menonjol yang terus menerus diinternalisasikan dan tanpa dapat
dihindari mengakibatkan kesalahan diri.
Tujuan
Rational Emotive Therapy
Ellis menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam Rational Emotive
Therapy(RET) yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu : " meminimalkan
pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh
filsafat hidup yang lebih realistik". Tujuan psikoterapis yang lebih baik
adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri merka telah
dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami
oleh mereka.
Ringkasnya, proses terapeutik terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan
rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena
sumber ketidakbahagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai
kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya sebagian
besar adalah proses belajar-mengajar. Menghapus pandangan hidup klien yang
mengalahkan diri dan membantu klien dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih
toleran dan rasional. Tujuan dari Rational Emotive Theory adalah:
1.
Memperbaiki dan mengubah segala perilaku yang irasional dan tidak logis menjadi
rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan dirinya.
2.
Menghilangkan gangguan emosional yang merusak
3.
Untuk membangun Self Interest, Self Direction, Tolerance, Acceptance of
Uncertainty, Fleksibel, Commitment, Scientific Thinking, Risk Taking, dan Self
Acceptance Klien.
4.
Menunjukkan dan menyadarkan klien bahwa cara pikir yang tidak logis itulah
penyebab gangguan emosionalnya.
Teori
A-B-C tentang Kepibadian
Rational
Emotive Therapy dimulai dengan ABC:
A.
Adalah activating experiences atau pengalaman-pengalaman pemicu, seperti
kesulitan-ke¬sulitan keluarga, kendala-kendala pekerjaan, trauma-trauma masa
kecil, dan hal-hal lain yang kita anggap sebagai penye¬bab ketidak bahagiaan.
B.
Adalah beliefs, yaitu keyakinan-keyakinan, terutama yang bersifat
irasional dan merusak diri sendiri yang merupakan sumber ketidakbahagiaan kita.
C.
Adalah consequence, yaitu konsekuensi-konsekuensi berupa gejala neurotik
dan emosi-emosi negatif seperti panik, dendam dan amarah karena depresi yang
bersumber dari keyakinan--keyakinan kita yang keliru.
Pada dasarnya, kita merasakan sebagaimana yang kita pikirkan. Maka, alangkah
lebih baiknya apabila kita selalu memiliki perasaan positif.
Tindakan paling efisien untuk membantu orang-orang dalam membuat
perubahan-perubahan kepribadiannya adalah dengan mengkonfrontasikan mereka
secara langsung dengan filsafat hidup mereka sendiri, menerangkan kepada mereka
bagaimana cara berfikir secara logis, sehingga mengajari mereka untuk mampu
mengubah atau bahkan menghapuskan keyakinan-keyakinan irasionalnya.
Ellis menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus me¬lawan
(dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati
dampak-dampak (effects; E) psi-kologis positif dari keyakinan-keyakinan yang
rasional.
Dalam pelaksanaan Rational Emotive Therapy ini, terapis harus benar-benar
mengenal dirinya sendiri dengan baik, sehingga ia bisa memisahkan falsafah
hidupnya dan tindak memaksakan keyakinannya pada klien. Disamping itu, terapis
juga harus mengetahui timing yang tepat untuk memberikan dorongan pada klien.
Terapis harus menghindari terjadinya indoktrinasi atas diri klien. Yang perlu
dilakukan terapis hanyalah menyampaikan kepada klien apa yang salah dan
bagaimana klien harus mengubahnya menjadi benar.
Sebagai contoh, “orang depresi merasa sedih dan kesepian karena dia keliru
berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”. Padahal, penampilan
orang depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami depresi. Jadi, Tugas
seorang terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan kesepian yang dialami
orang depresi, melainkan me¬nyerang keyakinan mereka yang negatif terhadap diri
sendiri.
Walaupun tidak terlalu penting bagi seorang terapis mengetahui titik utama
keyakinan-keyakinan irasional tadi, namun dia harus mengerti bahwa keyakinan
tersebut adalah hasil “pengondisian filosofis”, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang
muncul secara otomatis, persis seperti kebiasaan kita yang langsung mengangkat
dan menjawab telepon setelah mendengarnya berdering.
Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang “diprogram” untuk
selalu menanggapi “pengondisian-pengondisian” semacam ini. Keyakinan-keyakinan
irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa
jenis “pikiran¬-pikiran yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, di
antaranya:
1.
Mengabaikan hal-hal yang positif,
2.
Terpaku pada yang negatif,
3.
Terlalu cepat menggeneralisasi.
Fungsi
dan Peran Terapis
Aktifitas-aktifitas therapeutic utama Rational Emotive Therapy dilaksanakan
dengan satu maksud utama, yaitu : membantu klien untuk membebaskan diri dari
gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis
sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasi
suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasi
keyakinan-keyakinan dagmatis yang rasional dan takhyul yang berasal dari orang
tuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk
mencapai tujuan tersebut di atas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik
yaitu :
1.
Mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional
yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku.
2.
Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasannya.
3.
Menunjukkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya.
4.
Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan
irasional klien.
5.
Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana
keyakinan-keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah
laku di masa depan.
6.
Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien
7.
Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan
gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris, dan
8.
Mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara bepiki
sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan iasional dan
kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekaang maupun masa yang akan datang,
yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang merusak diri.
Hubungan
antara Terapis dan Klien
Terapis berfungsi sebagai guru dan klien sebagai murid. Hubungan pribadi antara
terapis dan klien tidak esensial. Klien memperoleh pemahaman atas masalah
dirinya dan kemudian harus secara aktif menjalankan pengubahan tingkah laku
yang mengalahkan diri.
Teknik-Teknik
dan Prosedur-Prosedur Utama
Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedur
– prosedurnya difokuskan pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang
dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya mencapai keberhasilan
dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan,
teapis bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut :
·
Terlibat dalam permainan peran dengan klien.
·
Menggunakan humor.
·
Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun.
·
Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang sesifik bagi tindakan.
·
Bertindak sebagai model dan guru.
·
Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi.
·
Menggunakan "terapi kejutan vebal" atau sarkasme yang layak untuk
mengkonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis.
·
Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih
efektif.
·
Manusia berfikir, berperasaan dan bertindak secara serentak. Kaitan yang begitu
erat menyebabkan jika salah satu saja menerima gangguan maka yang lain akan
terlibat sama. Jika salah satu diobati sehingga sembuh, dengan sendirinya yang
dua lagi akan turut terobati.
Atas pandangan itu, walaupun RET lebih menitikberatkan aspek kognitif dalam
perawatan, tetapi aspek tingkah laku dan emosi turut diberi perhatian. Oleh
sebab itulah dalam RET, terdapat tiga teknik yang besar: Teknik-teknik Kognitif;
Teknik-teknik Emotif dan Teknik-teknik Behavioristik.
1.
Teknik-Teknik Kognitif
Teknik-teknik
kognitif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien. Dewa
Ketut menerangkan ada empat teknik besar dalam teknik-teknik kognitif :
a.
Teknik Pengajaran - Dalam RET, konselor mengambil peranan lebih aktif
dari klien. Teknik ini memberikan keleluasan kepada konselor untuk berbicara
serta menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana
ketidaklogisan berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosi kepada
klien tersebut.
b.
Teknik Persuasif - Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya kerana
pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Konselor langsung mencoba
meyakinkan, mengemukakan pelbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang
dianggap oleh klien itu adalah tidak benar.
c.
Teknik Konfrontasi - Konselor menyerang ketidaklogisan berfikir klien
dan membawa klien ke arah berfikir yang lebih logik.
d.
Teknik Pemberian Tugas - Konselor memberi tugas kepada klien untuk
mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan
klien bergaul dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari
pergaulan atau membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya berfikir.
2.
Teknik-Teknik Emotif
Teknik-teknik emotif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah emosi klien.
Antara teknik yang sering digunakan ialah:
a.
Teknik Sosiodrama - Memberi peluang mengekspresikan pelbagai perasaan
yang menekan klien itu melalui suasana yang didramatisasikan sehingga klien
dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan atau
melalui gerakan dramatis.
b.
Teknik 'Self Modelling' - Digunakan dengan meminta klien berjanji dengan
konselor untuk menghilangkan perasaan yang menimpanya. Dia diminta taat setia
pada janjinya.
c.
Teknik 'Assertive Training' - Digunakan untuk melatih, mendorong dan
membiasakan klien dengan pola perilaku tertentu yang diinginkannya.
3.
Teknik-Teknik Behavioristik
Teknik
ini khusus untuk mengubah tingkah laku pelajar yang tidak diingini. Antara
teknik ini ialah:
a.
Teknik Reinforcement - Mendorong klien ke arah perilaku yang diingini
dengan jalan memberi pujian dan hukuman. Pujian pada perilaku yang betul dan
hukuman pada perilaku negatif yang dikekalkan.
b.
Teknik Social Modelling - Digunakan membentuk perilaku baru pada klien
melalui peniruan, pemerhatian terhadap Model Hidup atau Model Simbolik dari
segi percakapan dan interaksi serta pemecahan masalah.
Berdasarkan kepada penjelasan teknik di atas, dapat dilihat bahawa teknik
terapi TRE ini bukan saja terbatas pada sisi konseling, tetapi juga berlaku di
luar sesi konseling.
Penerapan
dan Sumbangan Rational Emotive Therapy (RET)
Pendekatan
ini pada menekankan pentingnya pemikiran sebagai dasar dari gangguan-gangguan
pribadi. Sumbangan utamanya adalah penekananya pada keharusan praktek dan
bertindak menuju perubahan tingkah laku masalah.
Kebaikan
dan Kelemahan Rational Emotive Therapy ( RET)
Kebaikan
1)
Pendekatan ini cepat sampai kepada masalah yang dihadapi oleh klien. Dengan itu
perawatan juga dapat dilakukan dengan cepat.
2)
Kaedah pemikiran logik yang diajarkan kepada klien dapat digunakan dalam
menghadapi gejala yang lain.
3)
Klien merasakan diri mereka mempunyai keupayaan intelektual dan kemajuan dari
cara berfikir.
Kelemahan
1)
Ada klien yang boleh ditolong melalui analisa logik dan falsafah, tetapi ada
pula yang tidak begitu sulit otaknya untuk dibantu dengan cara yang sedemikian
yang berasaskan kepada logika.
2)
Ada setengah klien yang begitu terpisah dari realita sehingga usaha untuk
membawanya ke alam nyata sukar sekali dicapai.
3)
Ada juga klien yang terlalu berprasangka terhadap logik, sehingga sukar untuk
mereka menerima analisa logik.
4)
Ada juga setengah klien yang memang suka mengalami gangguan emosi dan
bergantung kepadanya di dalam hidupnya, dan tidak mahu membuat apa-apa
perubahan lagi dalam hidup mereka.
Langkah-Langkah
Rational Emotive Therapy (RET)
1)
Langkah pertama
Konselor berusaha menunjukkan bahwa cara berfikir klien harus logis kemudian
membantu bagaimana dan mengapa klien sampai pada cara seperti itu, menunjukkan
pola hubungan antara pikiran logis dan perasaan yang tidak bahagia atau dengan
gangguan emosi yang di alami nya.
2)
Langkah kedua
Menunjukkan kepada klien bahwa jika ia mempertahankan perilakunya maka ia
akan terganggu dengan cara berpikirnya yang tidak logis inilah yang menyebabkan
masih adanya gangguan sebagaimana yang di rasakan.
3)
Langkah ketiga
Bertujuan mengubah cara berfikir klien dengan membuang cara berfikir yang tidak
logis
4)
Langkah keempat
Dalam hal ini konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan
tertentu dalam situasi nyata.
Ciri-Ciri
Rational Emotive Therapy(RET)
Ciri-ciri
Rational Emotive Therapy dapat di uraikan sebagai berikut:
1)
Dalam menelusuri masalah klien yang di bantu nya, konselor berperan lebih aktif
di bandingkan klien. Maksudnya adalah bahwasanya peran konselor disini harus
bersikap efektif dan memiliki kapasitas untuk memecahkan masalah yang di hadapi
klien dan bersungguh-sungguh dalam mengatasi masalah yang di hadapi artinya
konselor harus melibatkan diri dan berusaha menolong kliennya supaya dapat
berkembang sesuai dengan keinginan dan di sesuaikan dengan potensi yang di
miliki nya.
2)
Dalam proses hubungan konseling harus tetap di ciptakan dan di pelihara
hubungan baik dengan klien. Dengan sikap yang ramah dan hangat dari konselor
akan mempunyai pengaruh yang penting demi suksesnya proses konseling sehingga
dengan terciptanya proses yang akrab dan rasa nyaman ketika berhadapan dengan
klien.
3)
Tercipta dan terpeliharanya hubungan baik ini di pergunakan oleh konselor untuk
membantu klien mengubah Cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.
4)
Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak banyak menelusuri masa lampau
klien.
5)
Diagnosis (rumusan masalah) yang di lakukan dalam konseling rasional emotif
bertujuan untuk membuka ketidak logisan cara berfikir klien. Dengan melihat
permasalahan yang di hadapi klien dan faktor penyebabnya, yakni menyangkut cara
pikir klien yang tidak rasional dalam menghadapi masalah, yang pada intinya
menunjukkan bahwa cara berpikir yang tidak logis itu sebenarnya menjadi
penyebab gangguan emosionalnya
Sumber:
Corey
Gerald, Teori dan Paktek Konseling & Psikoterapi, PT Refika Aditama
: Bandung, 2007
Drs.
Abdul hayat, M.Pd, Teori dan Teknik Pendekatan Konseling, Banjarmasin,
lanting media aksara:2010
Drs.
Dewa ketut Sukardi, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta:PT Aneka
Cipta,1990
http://dhiyan-psikologiasyik.blogspot.com/2008/06/terapi-rasional-emotif.html,
diambil 10 oktober 2011
Prof.Dr.Sofyan
S Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, Bandung, Alfabeta:
2007
Singgah
D. Gunarsah, konseling dan psikoterapi, Jakarta :Gunung Mulia, 2000
Sukardi
Dewa Ketut. Pengantar Teori Konseling, Ghalia Indonesia: Jakarta, 1985
W.S.Winkel,
dan M.M.Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling, Yogyakarta,Media
Abadi:2006